Cokelat merupakan salah satu produk fermentasi yang digemari oleh masyarakat pada berbagai kalangan usia. Tidak heran jika produk satu ini mudah ditemui di pasaran dan produktivitas bahan bakunya terus diupayakan untuk meningkat setiap tahunnya. Produk berbahan baku biji kakao ini tentunya harus melewati berbagai macam proses pengolahan untuk menjadi produk dengan aroma coklat yang menggoda, rasa yang nikmat, dan tentunya tekstur yang lumer ketika di dalam mulut namun tetap padat pada suhu ruang. Fermentasi merupakan salah satu proses yang sebaiknya dilalui untuk menghasilkan produk coklat yang memenuhi keinginan konsumen. Proses fermentasi dilakukan pada biji kakao yang masih terselimuti oleh pulp.
Fermentasi Cokelat
Caranya adalah dengan memeram biji kakao tersebut pada wadah tertutup selama 5-7 hari dengan dilakukan pembalikan setiap dua hari sekali. Selama fermentasi terjadi proses perombakan gula dan asam sitrat dalam pulp buah kakao menjadi asam-asam organik oleh mikrobia pelaku fermentasi. Tanpa melalui proses fermentasi, biji kakao yang dihasilkan akan memiliki rasa yang pahit, sepat, dan tidak menghasilkan aroma khas cokelat yang dikehendaki. (Camu dkk., 2008).
Fermentasi yang dilakukan secara tradisional dan spontan ini melibatkan mikrobia pelaku fermentasi yang terdiri dari khamir/ Saccharomyces cereviceae, bakteri asam laktat, bakteri asam asetat, dan kapang. Selama fermentasi, mikrobia tersebut berkembang sesuai dengan ketersediaan zat gizi pada kakao (Leal dkk., 2008).
Asam-asam organik yang dihasilkan oleh mikrobia tersebut akan terdifusi masuk ke dalam biji dan menyebabkan terjadinya reaksi enzimatik dari dalam biji kakao. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya perubahan biokimia pada biji kakao sehingga menghasilkan senyawa pemberi calon aroma, rasa, dan warna kakao (Apriyanto dkk., 2016). Asam organik dapat terdifusi ke dalam biji kakao akibat peran air yang terkandung dalam biji kakao yang mempertemukan enzim dari mikrobia dengan substrat (gula dan asam sitrat pada pulp).
Cokelat Sumber Kebahagiaan
Beberapa kalangan masyarakat menganggap bahwa cokelat dapat memperbaiki suasana hati yang buruk sehingga seseorang akan lebih bahagia setelah mengonsumsi cokelat. Ternyata hal ini erat kaitannya dengan zat yang terdapat di dalam cokelat. Cokelat memiliki kandungan asam amino tryptophan dalam jumlah sedikit yang digunakan oleh otak untuk menghasilkan serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter atau hormon yang memberikan perasaan bahagia dan mencegah depresi sehingga dapat membantu memperbaiki suasana hati.
Selain asam amino tryptophan, cokelat juga mengandung phenylethylalanine yang merupakan anti-depresan ketika bersinergi dengan dopamine yang secara alami diproduksi oleh otak. Zat kimia ini juga dapat mendorong munculnya rasa gembira dan rasa seolah sedang jatuh cinta (Jordan, 2017). Manfaat dari cokelat ini tentunya berhubungan dengan banyaknya komposisi kakao dalam sebatang cokelat. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa dark chocolate atau coklat hitam lebih bermanfaat bagi tubuh dibandingkan milk chocolate maupun white chocolate.
Banyaknya kandungan kakao di dalam dark chocolate menyebabkan tingginya kandungan flavonoid di dalamnya. Flavonoid adalah salah satu jenis antioksidan yang memiliki potensi untuk mencegah kanker, menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, serta menormalkan tekanan darah pada asupan tertentu per harinya. Penelitian lain menyebutkan bahwa konsumsi dark chocolate secara rutin dapat secara efektif mencegah penyakit kardiovaskular pada penderita gangguan metabolik (Zomer dkk., 2012).
Konsumsi tinggi flavonoid pada cokelat juga diketahui dapat meningkatkan sensitivitas insulin pada subjek sehat dan pasien hipertensi (tekanan darah tinggi) sehingga dapat menjadi agen anti-diabetes (Grassi dkk., 2005a; 2005b; Latif, 2013). Oleh karena itu perlu diperhatikan seberapa besar komposisi kakao di dalam sebatang cokelat yang akan dikonsumsi. Selain itu, besar komposisi gula yang digunakan juga sebaiknya diperhatikan karena sejatinya rasa alami dari kakao adalah pahit dengan sedikit sepat, sehingga jangan sampai konsumsi cokelat yang diharapkan untuk mendapatkan manfaatnya berubah menjadi konsumsi tinggi gula yang meningkatkan kadar gula darah.
Sumber :
Apriyanto, M., Sutardi, dan Supriyanto. 2017. Fermentasi Biji Kakao Kering Menggunakan Saccharomyces cerevisiae, Lactobacillus lactis, dan Acetobacter aceti. Agritech 37(3): 302-311
Camu, N., Winter, T. D., Addo, S.K., Takrama, J.S., Bernaert, H dan Vuyst, L. D. 2008. Fermentation of cocoa beans: influence of microbial activities and polyphenolconcentrations on the flavour of chocolate. J Sci Food Agric 88:2288–2297.
Jordan, S. 2017. Why does chocolate make us happy? https://www.sciencefocus.com/the-human-body/why-does-chocolate-make-us-happy/ diakses tanggal 12 Oktober 2018
Grassi, D., Lippi, C., Necozione, S., Desideri, G., dan Ferri, C. 2005. Short-term administration of dark chocolate is followed by a significant increase in insulin sensitivity and a decrease in blood presure in healthy persons. Am J Clin Nutr. 81: 611-614
Grassi, D., Necozione, S., Lippi, C., Croce, G., Valeri, L., Pasgualetti, P., Desideri, G., Blumberg, JB., dan Ferri, C. 2005. Cocoa reduces blood reduces and insulin resistance and improves endothelium-dependent vasodilation in hypertensives. Hypertension 46(2): 398-405.
Latif, R. 2013. Chocolate/cocoa and human health: a review. The Netherlands Journal of Medicine 71(2): 63-68.
Leal, G.A., Gomes, L.H., Efraim, P., de Almeida Tavares, F. C., dan Figueira, A. 2008. Fermentation of cacao (Theobroma cacao L.) seeds with a hybrid Kluyveromyces marxianus strain improved product quality attributes. Federation of European Microbiological Societies, Yeast Research 8:788-798
Zomer, E., Owen, A. Magliano, DJ., Liew, D., dan Reid, CM. 2012. The efectiveness and cost effectiveness of dark chocolate consumption as prevention therapy in people at high risk of cardiocascular disease: best case scenario analysis using a Markov model. BMJ 344: 3657
***
Cokelat sangat beragam macam dan tipenya, bisa Anda baca di sini.